1. Pengertian Membaca
Menurut Henri Gintur Taringan di dalam bukunya yang berjudul “Membaca sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa”, membaca diartikan sebagai berikut: “Membaca adalah salah satu dari empat ketrampilan berbahasa” (1990:6). Membaca dapat pula diartikan sebagai suatu metoda kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang tertulis. (Anderson,1972:211).
Henri Guntur Tarigan menyebutkan beberapa tujuan dari membaca adalah :
1. Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (Reading for details or facts )
2. Membaca untuk memperoleh ide – ide utama ( Reading for main ideas )
3. Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (Reading for sequence or organization )
4. Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi ( Reading for inference )
5. Membaca untuk mengelompokan, membaca untuk megkasifikasikan ( Reading to classify )
6. Membaca untuk menilai, mengevaluasi ( Reading to evaluation )
7. Membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan ( Reading to compar or contrast )
Ada beberapa cara untuk memahami dan mengerti isi bacaan tersebut diantaranya dengan :
1. Membaca sekilas (Skimming) adalah cara membaca yang membuat mata kita bergerak dengan cepat melihat, memperhatikan bahan tertulis untuk mencari serta mendapat informasi, penerangan. (Tarigan, 1983 : 32)
2. Membaca sepintas (Scaning) merupakan cara membaca sekilas, teliti dengan maksud menemukan informasi khusus, informasi tertentu dari bacaan.
3. Membaca teliti ( Close Reading ) yaitu membaca cermat dengancara dan upaya untuk memperoleh pemahaman sepenuhnya atas suatu bahan bacaan.
Menurut Webter’s dalam bukunya “Third New International Dictionary” mengatakan bahwa belajar pemahaman membaca adalah belajar sebuah peribahasa. Yang dimaksud disini ialah suatu perbuatan yang ada dalam bacaan atau Texts dan kita dapat mengerti maksudnya. (1966:67)
Dalam pembelajaran Reading,Williams (1996) menyebutkan bahwa “ A simple (and Provesional) difinition of reading is that it is a process wherely one looks at and understands what has been written“.
Dari difinisi itu dapat dikatakan bahwa tujuan membaca ditekankan pemahaman (understanding). Pemahaman ini berarti pembaca terlihat secara aktif dalam bacaan dan bias mencapai pemahaman tanpa harus terpaku dari kata demi kata ataupun huruf demi huruf.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa kecakapan dalam memahami bacaan adalah sesuatu kemampuan dalam memahami atau dapat mengerti maksud dari bacaan tersebut.
2. Pendekatan Contectual Teaching and Learning (CTL)
A. Latar Belakang
Pembelajaran Kontekstual merupakan pembelajaran berdasarkan filosofi konstruktivisme yang digagas oleh Jean Piaget (1886-1980) ahli psikologi dari Swis dan Lev Vygosty (1896-1934 ahli psikologi dari Rusia (Budiharjo, 2003; 12). Menurut Brooks (dalam Budiharjo, 2003;13) pembelajaran kontekstual adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menggunakan filosofi konstruktivisme yang pada prinsipnya adalah informasi atau pengetahuan yang dibangun oleh siswa sendiri berdasarkan apa yang dimilikinya. Sehingga fenomena Guru berakting di depan kelas dan siswa mendengarkan haruslah diubah menjadi siswa belajar dan bekerja sedangkan guru mengarahkan dan memfasilitasinya.
Pembelajaran dengan pendekatan (Contectual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antra pengetahuan yang dimilikinya dengan menerapkannya dalam kehidupan mereka. Belajar akan lebih bermakna bila siswa mengalami bukan mengetahui apa yangdipelajari. Ini berarti belajar adalan proses aktif dari siswa untuk mengkonstuksi pengetahuan melalui kegiatan mengalami sendidri dalam lingkunganya.
Pembelajaran haruslah merupakan kegiatan menciptakan kondisiyang memberi peluang kepada siswa untuk secara aktif mengkontruksi pengetahuan, melalui serangkaian proses baik mental maupun fisik, ketika siswa berinteraksi dengan lingkunganya. Kegiatan yang berpusat pada siswa tentu saja tidak boleh mengabaikan pengetahuan awal atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual yaitu dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni :
b. Konstruktivisme (Constructivisme),
c. Bertanya (Questioning),
d. Menemukan (Inquiry),
e. Masyarakat Belajar (Learning Community),
f. Pemodelan (Modeling),
g. Penilaian Sebenarnya (AuthenticAssessment).
Jadi CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL siswa diharapkan belajar melalui “Mengalami” bukan “Menghafal”.
a. Konstruktivisme (Condtructivism)
Konstruktivisme adalah merupakan landasan berpikir pendekatan kontektual yaitu siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Siswa akan belajar lebih bermakna dengan bekerja sendiri, menemukan sendiri dan membentuk atau membangun pengetahuan dan ketrampilan barunya sendiri.
Menurut Zahorik (1995:14-22) ada lima element yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual :
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge)
2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) yaitu dengan cara menyusun (1) Konsep (2) Dugaan sementara (Hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi dan atas dasar tanggapa itu ) (3) konsep tersebut direvisi dan di kembangkan.
4. Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut direvisi dan dikembangkan.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Menurut John Dewe belajar yang kontekstual adalah belajara yang terjadi hubungan yang dekat dengan pengalaman nyata (experimental learning) pendidikan berdasar dunia nyata (real world education) belajar aktif ( active Learning ), pengajaran berpusat pada siswa (learner centered instruction).
b. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, sedapat mungkin dilaksanakan bila perlu untuk semua topik. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, dan juga bukan dari buku melaikan dari hasil menemukan sendiri. Dalam kegiatan ini diharapkan seorang guru bisa mendudukan siswa sebagai manusia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan.
c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari “bertanya”. Bertanya dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dari siswa dan guru. Bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan seseorang diluar kelas dan sebagainya. Aktifitas bertanya juga diketemukan ketika siswa siswa sedang berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati dan lain-lain. Kegiatan tersebut pastilah akan menumbuhkan dorongan untuk bertanya. Dalam sebuah pembelajaran yang efektif, kegiatan bertanya berguna untuk :
1) Menggali informasi baik administrasi maupun akademis
2) Mengecek pemahaman siswa
3) Membangkitkan respon kepada siswa
4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
5) Mengetahui hal-hal yang diketahui siswa
6) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yangdikehendaki guru
7) Menyegarkan kembali perhatian siswa diawal pelajaran
d. Masyarakat Belajar ( Learning community )
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Prinsip masyarakat belajar ini juga dapat disebut dengan kelompok belajar. Kemudian siswa dilatih dan dimantapkan pengetahuanya untuk bekerja secara perorangan. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar seseorang harus mau memberikan informasi sekaligus mau meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Hal inilah yang menjadikan belajar merupakan saling ketergantungan satu dengan yang lain dalam arti yang positif. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi bila tidak ada pihak yang mendominasi dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang merasa paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang harus memiliki pengetahuan, pengalaman serta ketrampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. Jika setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar dan ini berarti setiap orang akan kaya dengan pengetahuan dan pengalaman.
e. Pemodelan ( Modeling )
Pemodelan , maksudnya dalam sebuah pembelajaran ketrampilan tertentu harus ada model yang bisaditiru. Model itu bisa berupa pengoperasian sesuatu, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Guru tersebut dapat disebut sebagai model. Model juga dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh temanya dengan mendemonstrasikan keahlianya. Siswa contoh tersebut dikatakan sebagai model. Karenadalam pendekatan kontekstual guru bukan satu-satunya model.
f. Refleksi ( Reflection )
Refleksi, yaitu cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah diketahui. Refleksi dapat berupa pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh pada hari itu, berupa catatan atau jurnal dibuku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
Respon yang diberikan terhadap kegiatan belajar, aktivitas serta pengetahuan yang baru diterima juga merupakan refleksi. Sementara itu dalam kegiatan belajar guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru agar dapat diserap siswa sehingga pengetahuan tersebut dapat mengedap dibenak siswa.
g. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assesment )
Penilaian sebenarnya, adalah proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Karakteristik penilaian sebenarnya antara lain : dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang diukur adalah ketrampilan dan performansi berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai feedback.
Penilaian juga dapat dilihat dari keutuhan kompetensi siswa yaitu pengetahuan, ketrampilan dan sikap siswa.
3. Media Gambar
Untuk melatih proses berpikir siswa dalam mencari ide-ide tertentu yang relevan dan saling terkait, penulis beranggapan bahwa alat baru gambar dapat dipakai sebagai alternatif dalam meningkatkat pengetahuan siswa dalam memahami wacana . Disamping itu dapat menarik dan merangsang siswa dalam menggali ide-ide yang tertuang dari wacana yang akan dipelajarinya. Lebih dari itu gambar memiliki beberapa kelebihan seperti yang disampaikan oleh ( Muslimin, 1997; 2 ) antara lain :
a. Gambar bisa menterjemahkan konsep yang abstrak menjadi lebih realistis dan lebih kongrit.
b. Gambar juga relatif mudah didapat, dibuat , dan dapat digunakan berulang-ulang
0 komentar on PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL) MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR :
Post a Comment and Don't Spam!